SIRENE pabrik meraung-raung pada pukul 06.30. Kesunyian pagi perkebunan teh di lereng Gunung Kerinci itu koyak seketika. Terletak di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi, perkebunan itu menghampar seluas 3.014 hektare. Ratusan pemetik teh dengan caping, jaket, sepatu bot, dan keranjang di bahu bergegas menembus kabut tebal yang menggantung di atas perkebunan.
Perkebunan teh Kajoe Aro termasuk yang tertua di Indonesia. Dibangun pada zaman Belanda oleh Namlodee Venotchaat Handle Vereniging Amsterdam (NV HVA), penanaman teh di kebun ini bermula pada 1929. Pabriknya berdiri tiga tahun kemudian. Sejak 1996, PT Perke bunan Nusantara VI mengambil alih kebun dan pabrik di bawah nama PT Perkebunan Kayu Aro PTP Nu santara VI.
Dari produksi 5.500 ton, 90 persen diekspor. Lipton, Sariwangi, Vanrees, L. Elink Schuurman, Padakersa, Trijasa SDB, Suruchi adalah beberapa konsumen teh perkebunan Kayu Aro. Konsumen lokal Kajoe Aro di Jambi dan beberapa daerah Sumatera hanya kebagian jatah 5 persen.
Maireza Sudino, penggemarnya, mengaku, ”Sulit menemukan teh ini di luar Jambi.” Belakangan produk teh Kajoe Aro bisa diperoleh dalam bentuk kemasan teh saring, teh celup, atau kemasan siap saji lain di toko-toko di sejumlah daerah di Jambi.