Masyarakat Kerinci Pertahankan Konsep "Rantau Burung Bangau"

"Pepatah `sejauh-jauh bangau terbang pulangnya tetap ke kubangan juga` benar-benar diaplikasikan mayarakat dengan terbentuknya konsep merantau murni atau merantai non permanen, merantau bukan pindah kampung halaman,"
Jambi (ANTARA News)- Masyarakat Kerinci memiliki tradisi rantau yang unik, khas dan berbeda dari pola rantau masyarakat daerah lain yakni konsep yang meniru prilaku burung bangau.

"Rantaunya masyarakat Kerinci sangat unik dan murni, samasekali berbeda dari kebiasaan rantau masyarakat daerah lain di tanah air, yakni konsep 'rantau burung bangau'," kata budayawan sekaligus staf pengajar Universitas Indonesia, Nukman SS, di Jambi, Minggu.

Satwa burung bangau yang banyak terdapat di Kerinci telah menjadi inspirasi dan pelajaran berharga bagi masyarakat.

Burung yang juga termasuk burung imigran tersebut selalu terbang jauh setiap pergantian musim dari belahan bumi utara ke selatan atau sebaliknya, namun Kerinci adalah daerah pasti yang selalu mereka singgahi setiap masa migrasinya.

Burung bangau sudah menjadi simbolisasi bagi pola rantau masyarakat Kerinci sedari dulu yang membuktikan betapa pola hidupa masyarakat sangat menyatu dengan alam.

"Pepatah `sejauh-jauh bangau terbang pulangnya tetap ke kubangan juga` benar-benar diaplikasikan mayarakat dengan terbentuknya konsep merantau murni atau merantai non permanen, merantau bukan pindah kampung halaman," kata Nukman.

Masyarakat Kerinci justeru samasekali tidak membawa serta kebudayaan atau kebiasaan daerahnya ke daerah rantau, mereka merantau hanya membawa badannya.

"Pola rantau orang Kerinci adalah temporer (sementara), mereka pergi merantau bukan untuk meninggalkan atau pindah kampung halaman melainkan rantau karena misi tertentu yakni untuk penempaan jiwa, pencerdasan diri, dan mengangkat harkat hidup, yang termaktub dalam misi pendidikan, kedinasan, perjuangan, dan kemaslahatan atau dakwah," kata Nukman.

Hal itu adalah wujud aplikasi nyata dari kekukuhan masyarakat Kerinci terhadap nilai-nilai adat budaya masyarakatnya, seperti pesan petitih "di mana bumi di pijak di situ langit di junjung", mereka aplikasikan sencara nyata dalam melakoni rantau ke negeri orang.

"Burung bangau tidak pernah berkelahi dengan jenis burung domestik lainnya di tanah persinggahannya seperti belibis, itik, ruwak, puyuh. Burung bangau justeru hadir sebagai hewan yang mengedepankan sikap mutualisme atau hidup saling ketergantungan dan saling menguntungkan dengan satwa lainnya, seperti halnya dengan kerbau," kata Nukman.

Sama sekali masyarakat Kerinci tidak pernah mau mempertontonkan kebudayaannya kepada publik secara terbuka selain kepada sesama orang Kerinci, meskipun komunitas mereka di daerah rantau sangat besar, kata dia.

Dikatakan, dari sekitar 2 juta jiwa masyarakat Kerinci, setengahnya hidup di perantauan.

Mereka tersebar di berbagai kota di dalam dan luar negeri seperti di Jambi, Padang, Bukit Tinggi, Batam, Palembang, Bengkulu, Jakarta, Surabaya, Kuala Lumpur, Malaka, Mesir dan kota lainnya, semua mereka tergabung dalam oraganisasi paguyuban Himpunan Keluarga Kerinci (HKK).

"Berbicara dengan menggunakan bahasa Kerinci saja di hadapan orang lain mereka sangat sungkan dan segan. Karena itulah pula, Kerinci memiliki bahasa tersendiri atau bahasa khusus yang hanya mereka pergunakan di perantauan jika bertemu dengan sesama orang Kerinci," kata dia.


Sumber : http://www.antaranews.com/
READMORE
 

Mengenaskan 75 Persen Situs Purbakala di Kerinci Rusak

Tim Kajian Budaya Kepresidenan yang meninjau langsung situs-situs kebudayaan di Kerinci dan Kota Sungaipenuh, Provinsi Jambi, terkaget-kaget. Betapa tidak, mereka mendapati 75 persen situs-situs purbakala di daerah tersebut ditemukan dalam keadaan rusak.

"Tim kajian yang diutus kepresidenan memang terkejut dan kaget mendapati hampir semua situs kepurbakalaan yang ada di Kerinci ternyata telah rusak," ungkap peneliti kebudayaan dan perwakilan BP3 Jambi di Kerinci, Iskandar Zakaria, di Kerinci, Ahad (19/6).

Bahkan, anggota tim Meutia Hatta yang terdiri dari enam orang anggota tersebut yakni Prof. DR. Yanuarius Kalibau, Syahlarriadi, Rusdi Agus Rianto, Seni Gumilang, dan Yudianti Prameswari, sempat menganggap kerusakan itu sebagai sebuah indikasi keteledoran yang teramat sangat dari pemkab dan masyarakat Kerinci.

"Ya, mereka sangat kecewa, dari situs-situs yang mereka kunjungi hampir kesemuanya ditemukan sudah dalam keadaan rusak dan tidak terawat, mereka mengatakan akan melaporkan situasi dan kondisi tersebut kepada pimpinan tim yang ditunjuk presiden yakni Meutia Hatta untuk selanjutnya dilaporkan ke presiden," kata Iskandar.

Beberapa situs yang dikunjungi adalah situs Batu Patah dan Batu Bergambar di Benik dan Muak, situs Batu Silindrik di Jujun, situs Batu Kursi dan Batu Lesung di Lolo Kecil, situs masjid Keramat di Pulau Tengah, Situs Batu Gong di Kumun (kota Sungaipenuh), dan situs Goa Kasah di Kayu Aro.

"Bahkan di beberapa situs didapati telah mengalami kerusakan di bagian terpenting dari objek seperti telah rusaknya gambar menyerupai manusia di situs batu bergambar di Muak, menurut laporan kades setempat situs itu dirusak oleh masyarakat karena sebelumnya pernah ada isu terdapatnya emas dalam batu itu," terang Iskandar.

Kerusakan karena kasus yang serupa juga didapati di situs-situ lain, di situs Batu Gong yang terdapat di Desa Kumun termasuk wilayah Kota Sungaipenuh juga didapati telah terpuruk ke dalam lubang, karena ada kelompok masyarakat setempat yang menggali di bawah batu itu yang diduga menyimpan emas.

"Sementara dalam situs Goa Kasah yang terdapat di Kayu Aro, berbagai guratan gravity purba di dalamnya juga didapati telah rusak dan hilang, selain karena tertutup lumut yang sudah sangat tebal dan keras juga karena adanya tangan-tangan jahil," papar Iskandar.

Lebih jauh dia mengatakan tim Meutia yang meninjau langsung situs-situs tersebut sangat menyayangkan terjadinya kerusakan dan perusakan tersebut, karena situs-situ itu seharusnya menjadi tanggung jawab pemkab setempat dalam hal ini Budpar.

"Saya laporkan, kerusakan itu justru berlangsung pascatahun 90-an karena sebelumnya kondisi-kondisi itu masih didapati dalam kondisi yang sangat baik, jadi kesimpulannya kerusakan itu telah dimulai ketika era Reformasi dimulai," tegasnya.

Dia juga mengatakan, untuk upaya penyelamatan sisa-sisa situs purbakala tersebut, perlu adanya sinergi antara pemerntah pusat, provinsi, kabupaten Kerinci dan kota Sungaipenuh serta juga kalangan budayawan.

Sumber :  http://www.antaranews.com/
READMORE
 

Peradaban Tua Kerinci

Kerinci merupakan kawasan hutan belantara dulunya, nan indah dan sejuk. Sekelilingnya adalah Taman Nasional Kerinci Seblat. Memperhatikan legenda sejarah yang berkembang selama ini.Nama Kerinci berasal dari kata, Kering dan cair. Ini, memang benar adanya. Karena ramalan cuaca kadang tidak cocok, karena curah hujan tidak teratur, hingga tidak bisa memastikan.
Dibahagian lain, kata Kerinci. Ini ada yang memberi prediksi kata, ci-ci, yang artinya, anak Kunci. Dalam sejarah Tiang Bungkuk Panduko Rajo, berasal dari cina. Kunci ini pembuka rahasia Kerinci.Anak kunci ini hilang diwilayah Keliling Danau. Benar tidaknya sejauh ini belum diungkapkan.

Berbicara tentang asal usul uhang Kincai Umar Ali ( 60) Mantan Depati Atur Bumi mengungkapkan, bermula dari lembaran sejarah, Iskandar Zulkarnaen menikah dengan Zailun melahirkan empat orang anak masing-masing, Maharajo Dipang turun ke negeri cina, Maharajo Alip, Maharaja diraja turun kenegeri Sumbar,tepatnya dinegeri perhiangan Padang Panjang. Empat Indar Jati, orang pertama turun ke negeri Sumbar dengan menepati kawasan gunung emas atau Gunung berapi, Pariaman Padang Panjang. Ia menikah dengan Indi Jelatang melahirkan keturunan dua orang diantaranya, Datuk perpatih nan Sebatang dan Indarbaya.

Indar Jati dengan anaknya, Indarbaya, berlayar pula ke luhak Alam Kerinci. Sedangkan perpatih nan Sebatang. Karena asik bermain dengan rekanya, ia tidak ikut serta. Kemudian dipersiapkan alat untuk berangkat. Pertama Payung Sekaki, Tombak, serta tongkat nan sebuah, keris nan satu dibawa pula kambing nan seekor.


Dalam perjalanan menuju luhah alam Kerinci. Ia kesulitan. Karena medan tempuh rute laut lepas. Allah menurunkan petunjuk dengan menerbangkan daun sintuh dengan berlabuh di Gunung Jelatang.

Tahun berlalu musim berganti, ia melahirkan anak tiga orang masing-masing indar bersusu tunggal, Indar bertelawang lidah, Indi Mariam serta Indar bayo.

Kemudian setelah anaknya dewasa. Indar tunggal dinikahkan dengan Puti Samaiyah, penghuni Gunung Jelatang itu melahirkan pula anak tiga orang diantaranya, Puti Dyang indah, Puti Dayang Ramaiyah.
Kemudian Puti Dayang Indah melahirkan anak lima orang. Yaitu, Dari Indah, Daristu,Indi cincin, Mipin, Mas Jamain. Puti Ramaiyah melahirkan anak satu orang Yakni, Sibungo Layu. Puti Dayang Rawani, pernikahan dengan seorang laki-laki, Abdul Rahman, asal Jawa Mataram melahirkan keturunan bertempat di Jambi masing-masing tiga orang, Karban, Kartan, kalipan.
Sementara di Jawa Mataram terdapat tiga orang pula. Yaitu, Nahkudo kubang, Nahkudo Belang, Gajah Mada. Dari Indah melahirkan pula Incik permato, Intan bermato, Lilo Permato. Daristu melahirkan pula keturunan tigo orang, Patimah, Unggu, Mangku Agung.Sedangkan indi Cincin melahirkan keturunan, Jaburiyah, Jabulino. Mipin melahirkan satu orang, Puti Sepadan. Mas Jamain suaminya, Sutan Maalim hidayah, asal Pagaruyung melahirkan keturunan Sirujan Angin.
Dituturkan, Indar Jati yang gaib. Yang tiada kembali dalam persemadian dialam gaib. Indar bersusu tunggal, gelar Depati batu hampar, setelah melihat kehilir dan kemudik air laut telah surut. Maka dipecahlah pembagian wilayah, untuk menunggu kawasan negeri yang dibagi itu masing-masing.Incik Permato menungu latih Koto Pandan, Pondok Tinggi. Bajina Latih Koto limo Sering, Sungai Penuh. Ungguk menunggu latih Koto Beringin, Rawang. Mangku Agung menunggu Tebat Tinggi, Sungai Tutung. Sibungo Alam menunggu Talang Banio, Kemantan. Puti Dayang Ramaiyah, menunggu kawasan Kemantan Darat. Dari Pembagian inilah yang disebut Latih yang enam Luhah Alam Kerinci.
Sementara itu disebelah hilir, Sirujan Angin menunggu Tamia, Mewarisi Depati Muaro langkap, Lilo permato menungu Pulau Sangkar, Mewarisi Depati Rencong Telang, Intan Bermato Sanggaran Agung, mewarisi Depati Biang sari.
Kemudian Indar Berusu tunggal diangkat pula Sultan Maalim Hidayah menjadi Depati atur Bumi. Ini disebut Depati Empat Alam Kerinci.
Kemudian didirikan pula Kerinci rendah yaitu Karban, mewarisi Depati Setio Rajo, Bangko. Kartan mewarisi Depati Setio Nyato, Parentak. Sedangkan kalipan,mewarisi Depati Setio Putih Limbur tanah Cugguk. Ini disebut tigo di Baruih.
Sibungo Alam melahirkan keturunan tiga orang,Cik Rah, Cik Kudo, Sijago-jago, Hulu baling rajo Siulak. Datang pula dari Jambi, Bandaro Putih, dengan sebutan pangeran Temengung dengan membawa kain kehormatan diberikan kepada Depati Muaro langkap di Tamia. Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar. Depati Biang Sari di Pengasi. Depati Atur Bumi di Hiang.
Oleh Depati Atur Bumi dibagi pula kain kebesaran olehnya dengan Delapan bahagian, Depati Serah Bumi di Seleman . Depati Mudo Penawar, Depati Kepalo Ino, Tanah kampung. Depati Mudo bertelawang lidah di Rawang. Depati Sekungkung Putih di Sekungkung. Depati Kepalo Sembah di Semurup. Depati Setuo di Kemantan. Depati Atur Bumi/ Depati Atur Bayo di Hiang. Ini disebut Delapan Helai di Kerinci.
Ada beberapa pusaka, Bukti dari zaman kerajaan ini, yang dinilai masi memiliki nilai mistik diantaranya, keris sampai kini dinyatakan hilang. Sedang tombak serta gading gajah, yang tersimpan. Konon, bila diritualkan dimusim panas. Bisa mendatangkan karomah berupa Hujan deras.Semua pusako ini tersimpan dirumah pusako atur Bumi, yang hanya diturun mandikan secara sacral bila ada kenduri pusako, yang dilaksanakan lima tahun sekali.
Dalam beberapa penelitian tentang asal usul uhang kincai, sebagaimana diuraikan dalam buku seminar adat Kerinci tahun 1985-1990, yang ditulis Yatim Abbas menguraikan secara gamblang.Ia menyebutkan bahwa Nenek Moyang orang Kerinci telah cerdas. Ini mengacu system pembagian waris, yang telah diatur, terutama mengenai hukum waris ini. Ini telah ada beberapa ribu tahun yang silam.
Dengan hadirnya sistem dan cara pembagian waris itu. Ini menunjukan mereka telah menanamkan asaz-asaz pengamanan yaitu secara preventif, untuk mencegah menghindari timbulnya hal-hal yang kurang baik bagi anak cucunya dikemudian hari. Dengan demikian unsur Pancasila telah ada di Kerinci sejak dulu kala.
Dipaparkan, mulanya suku bangsa Kerinci pernah menganut system kekeluargaan yang tertua di dunia, yaitu system keibuaan ( Materilineal. Kemudian menganut sistim kekeluargaan bersegi dua ( Parental) yang lebih berperikemanusiaan, tetapi belum dapat diketahui tuanya suku bangsa ini termasuk type mana suku bangsa Kerinci itu.
Dari Perkakas yang ditinggalkan, benda-benda bersejarah/ Prasejarah itu yang ditingalkan itu, bukan hanya angka tahun dapat diketahui tingkat kecerdasanya. Mengenai type manusia penghuni alam Kerinci sepanjang bukti yang ditemui menunjukan suku bangsa Kerinci bertype Melayu tua ( Proto malayers) atau termasuk induk( ras) tertua.Hal ini didasarkan pada penelitian sarjana asing yang pernah menyelidiki Kerinci antara lain,Prof. Dr. Jasven Ali.M. A. Ahli sejarah berkebangsaan Australia tahun 1963, dengan contervarnya, Drs. Syofyan Sani, pada Markas besar kapolisian RI Jakarta.
Dr. David. Sundbukht ahli Antropologi berkebangsaan Swedia tahun 1980 dengan countervarnya, Idris Jakpar SH, Lektor Jambi kala itu. Dr. J.P.H Duyhendak ahli Antropologi berkebangsaan Belanda sebelum perang dunia ke dua.


Bukti sejarah.

Bukti sejarah dan prasejarah itu dulunya, di pukau Sumatera ( Pulau Perca) hanya terdapat disekitar Danau Kerinci, benda itu berupa Kapak Ganggam, Flakes Obsidian, disebut Mikrolith, Batu yang indah, Permata.
Bukti serupa ditemukan juga didataran tinggi Asia Tenggara, tempatnya menurut Prof. Kern adalah di Tonkin, dan menurut V.H. Golden berasal dari Yunan, menjelaskan terdapat ada hubungan Kebudayaan Kerinci dengan dataran tinggi Asia Tenggara.
Bukti- bukti ditemukan itu dibenarkan oleh Dr. Bener Bron serjana Kesenian berkebangsaan Amerika dalam penelitianya tahun 1973, bahkan beliau berkata,” Kerinci sudah terkenal didunia. Karena bukti sejarahnya yang tua,”. Kemudian diperkuat pula oleh hasil penelitian Mr. Bill Watson, sarjana kebangsaan inggris dalam penelitian tahun 1975.
Dari bukti ditemukan itu dapat dikemukakan bahwa suku bangsa Kerinci dilihat dari Antroplogi fisik adalah Melayu tua. Sedangkan bukti kebudayaan menurut antroplogi budaya mereka telah melalui zaman Mezolitikum (Zaman batu Menengah) yang dioperkirakan 400 tahun sebelum nabi Isya.
Selain itu, Kerinci telah memiliki tulisan yang dinamakan “ Incong” terdapat pada Gading Gajah Hiang, Tanduk kambing, yang menceritkan asal usul orang Kerinci, mengenai adat istiadat, Batas Wilayah. Selain itu bangsa Melayu Tua lebih senang didataran tinggi, yang pada umumnya adalah rakyat pegunungan.
Pada Zaman Neolitikum ( Zaman batu baru) nenek moyang suku bangsa Kerinci sudah bertempat tinggal tetap, tetapi tidak lagi mengumpulkan makanan ( Food Gathering) tapi sudah menghasilkan makanan ( Food Produkting), artinya sudah bercocok tanam, beternak.
Sementara itu tahun 2003 ditemukan pula di Gunung Raya, Sungai Hangat,tepatnya di SLTP tiga. berupa artefak, fragmentaris, ekofak Dynasti cina terdiri dari gerabah keramik Cina dan obsidian, batu asahan.manik-manik, pisau kecil, batu bulat, ekofak terdiri rahang gajah dan tanduk rusa.
Demikian juga dengan Tamia berupa batu patah sebelah utara dengan ukuran 2,27 meter x 1,5 meter, makam kuno dengan panjang arah barat timur 125 meter.
Temuan ini, kata Alimin, Budaya sejarah dan purbakala pada Dinas Pariwisata Kerinci berdasarkan kesejarahan material diduga 500 tahun sebelum Masehi.
Ini dilihat pula pada periode sejarah data keramik cina dinasti sung, Qin, Ming, yuan. Masa ini berlangsung pada periode tahun 960,1279.
Pengalian dilakukan oleh empat orang peneliti asal Jerman masing-masing Dr. Raff Dominik Bonat, Dr.Doretha Mechild Main Mai leejoa, Dr. Ulrike Susane Summer dibantu rekanya, Betiene logman, Mahasiswa Leiden Universiti, Dra. Dwi Yukiani, M.Hum, Pusat penelitian Arkelogi Jakarta. Agus Widiatmoko,SS. Balai pelestarian penelitian Purbakala jambi dengan konsultan peneliti Poff. Dr.Wolfgang Marshell, pakar Arkeologi Switzerland.
READMORE