budaya kerinci, kok diam....?


budaya kerinci, kok diam....?


Kerinci. Berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun 2009 merupakan tahun tak mempunyai seni di kerinci, karena pada tahun ini ajang-ajang yang memperkenalkan seni dan budaya kerinci tak dilaksanakan sama sekali, entah apa yg menyebabkan demikian .
Dimana peran dinas pariwisata ?
kita tak bisa menuduh dinas pariwisata yang salah,
kita cuma bisa berharap seni dan budaya kerinci akan selalu maju sampai seluruh dunia mengenali tentang semua yang ada di Kerinci
 
sumber : rhoys
 

Tari Rantak Kudo


Tari Rantak Kudo


Kerinci. Tari rentak kudo merupakan tari khas Kerinci, tari ini pertama kali dikenalkan oleh warga Siulak. Tarian ini menggambarkan semangat masyrakat Kerinci dalam sekror pertanian pada zaman dahulu.
Tari Rentak Kudo memiliki atraksi mistik yang memukau, karena para penari bisa berbuat aneh seperti, berjalan di atas beling kaca dan berdiri di atas bara api.
Tarian ini bisa kita lihat pada acara akbar di kerinci. Olyn
 

Sistem Pengelolaan Retribusi Diperbaiki

Kadis Pernah Dimintai Pungutan Liar
KERINCI
– Pengelolaan retribusi di objek wisata Danau Kerinci yang sering disorot berbagai pihak kini menjadi perhatian serius dari Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Budaya (Disporaparbud) Kabupaten Kerinci.

Ditemui di ruang kerjanya, Jumat (05/11) kemarin, Kadisporaparbud Kabupaten Kerinci, H Arlis Harlun, menyebutkan bahwa persoalan tersebut akan menjadi perhatian khusus terkait pungutan yang dimintai warga yang tinggal di seputaran objek wisata tersebut.

Malahan, Arlis Harun juga mengakui sempat dimintai retribusi oleh petugas di Danau Kerinci. Tidak hanya itu saja, Arlis Harun mengaku banyak mendapatkan laporan dari masyarakat terkait pungutan yang dilakukan.

‘’Saya juga pernah dimintai pungutan dan laporan baik itu dari warga maupun dari pihak lain,’’ terang Arlis Harun, kemarin. Saat ini, kata Arlis, dirinya sudah menginstruksikan agar pungutan di Danau Kerinci dihentikan.

‘’Alhamdulillah, masyarakat kita bisa mengerti dengan kondisi di lapangan,’’ sebutnya. Dijelaskannya, di tahun 2011 Dinas yang dipimpinnya akan melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pinggiran Danau.

Dengan tujuan agar masyarakat Kerinci bisa menjadi masyarakat pariwisata. ‘’Masyarakat pariwisata yang bisa diandalkan. Jadi para wisatawan bisa memanfaatkan jasa dari warga sekitar Danau, jangan diminta pungutan. Namun wisatawan itu punya hati nurani, jadi uang tips pasti didapat, asal jangan ditarif,’’ tegas Arlis.

Saat ini, sebutnya, warga yang tinggal di pinggir Danau belum pernah dibekali untuk mendapatkan penyuluhan di bidang kepariwisataan.

‘’Ini masyarakat kita juga jadi tidak bisa disalahkan. Pemerintah juga bisa disalahkan, karena tidak pernah mengadakan penyuluhan. Jadi ke depan akan kita laksanakan penyuluhan,’’ tukasnya.
Dia mencontohkan, seperti gazebo yang ada di Danau Kerinci, pihak Dinas Pariwisata sudah memberikan arahan agar disediakan tikar untuk setiap gazebo. Nantinya uang jasa bisa diiminta dari wisatawan.

Namun sayang, sebut Arlis, warga sekitar Danau juga tidak bisa memanfaatkan keadaan dan peluang yang sudah diberikan. (ina)
 

Waspada, Malaysia Incar Budaya Kerinci!





Ilustrasi
JAMBI, KOMPAS.com — Budayawan Jambi asal Kerinci, Nukman SS, mengatakan, kebudayaan dan sko (sistem matrilineal dalam upacara adat Kerinci) saat ini ibarat "gadis cantik" yang tengah diincar oleh asing, khususnya oleh Pemerintah Diraja Malaysia.
"Saya melihat ada gelagat tidak tulus dari berbagai kepedulian terhadap pemeliharaan Kebudayaan Kerinci yang dilakukan Pemerintah Diraja Malaysia belakangan ini. Boleh saja kita katakan mereka saat ini tengah mengincar kebudayaan dan sko Kerinci untuk diklaim," kata budayawan Jambi asal Kerinci, Nukman SS, saat dihubungi di Jambi, Minggu (27/3/2011).
Gelagat itu, tambah Nukman, sebenarnya sudah terbaca jauh-jauh hari ketika semenjak awal 1990-an, peneliti-peneliti dari Malaysia mulai berdatangan dan didatangkan ke Kerinci membawa misi riset budaya. Hingga saat ini, Kerinci masih menjadi obyek riset budaya yang dominan oleh para peneliti negeri jiran tersebut.
"Di samping itu, perhatian lebih yang diperlihatkan Pemerintah Diraja Malaysia belakangan ini terhadap Kerinci terkesan ada niatan terselubung yang mesti diwaspadai pemkab dan masyarakat Kerinci," ujar Nukman.
Malaysia, imbuhnya, jelas-jelas sudah terlihat tengah mengincar sko atau produk-produk budaya warisan leluhur masyarakat Kerinci untuk nantinya mereka klaim sebagai budaya negeri mereka. Menurutnya, semua pihak perlu mewaspadai gelagat itu, jangan sampai terlena oleh manuver perhatian berlebihan dan iming-iming Pemerintah Malaysia.
Asumsi tersebut, tambahnya, tidak saja dari dugaan semata. Hal ini terasa lebih jika menilik berbagai kasus pengklaiman kebudayaan Indonesia oleh negeri jiran tersebut sebelum ini. Kesemua klaim yang pernah mereka lakukan antara lain atas kebudayaan batik, reog, rendang, lagu "Rasa Sayange", lagu "Injit-injit Semut", angklung, dan tari pendet.
Semua klaim tersebut nyata-nyata telah memunculkan protes keras dari pemerintah dan masyarakat Tanah Air karena semua yang diklaim itu adalah budaya-budaya Indonesia yang populer di mata dunia dan diakui keberadaannya sebagai kebudayaan RI oleh Unesco. Namun, sebagai negara serumpun yang memiliki akar kultural yang sama, Indonesia tetap menjadi incaran mereka dalam membangun identitas kebudayaan negaranya.
Oleh karena itulah, mereka mulai meramu rencana dan strategi baru guna mencari cara yang aman dari protes masyarakat RI dan dunia. Salah satu caranya adalah dengan mencari negeri lain di Indonesia yang tidak terlalu populer keberadaannya, kurang diperhatikan atau dipedulikan pemerintahnya, tetapi kaya tradisi dan budaya asli.
Tentu saja negeri yang dipilih adalah negeri yang dinilai memiliki kisah kedekatan dengan mereka, baik secara kultural, maupun historis.
Para peneliti akan didatangkan dan berdatangan ke negeri tersebut dengan dalih melakukan riset. Semua itu adalah cara mereka untuk mengumpulkan atau mendata kekayaan tradisi masyarakat bersangkutan.
Langkah berikutnya, mereka akan memulai tahap pendekatan seperti salah satunya memfasilitasi berbagai fasilitas dan keperluan pengembangan kebudayaan masyarakat di negeri tersebut. Contohnya, mereka akan memberikan berbagai macam hadiah dan hibah, mulai dari bantuan bangunan fisik seperti museum, bantuan hibah finansial, pengiriman cendera mata persahabatan kepada kepala daerah bersangkutan.
Lalu berikutnya bisa dipastikan bahwa mereka akan menyusul dengan pemberian atau penobatan gelar kebangsawanan kepada tokoh di negeri tersebut secara langsung oleh Raja yang Dipertuan Agung, bisa juga dari raja-raja di negara bagiannya, bahkan dari pemerintahnya.
Setelah itu, mereka akan mencoba merancang dan merekayasa rangkaian hubungan silsilah kekerabatan sosial, kultural dan historis dengan negeri tersebut dengan Malaysia, berdasarkan berbagai temuan data dan fakta riset yang telah didapatkan para peneliti yang mereka kirim sebelum-sebelumnya.
Mereka kemudian akan memulai tahap akhir yang diawali dengan kampanye tentang rekayasa yang telah mereka susun tersebut kepada publik sehingga asumsi masyarakat bergeser kepada mereka. Sebagai pemungkasnya, mereka akan mengklaim produk budaya negeri bersangkutan yang telah mereka kumpulkan dan teliti tersebut menjadi hak milik negara mereka.
"Kerinci adalah negeri baru yang mereka incar tersebut. Alasannya, Kerinci yang memiliki banyak kebudayaan asli dan masih murni hingga kini tersebut masih terbilang negeri yang masih sangat lugu dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya pemerintah pusat, dibandingkan daerah-daerah pariwisata lainnya," beber Nukman.
Terciumnya jejak sejarah kekerabatan masyarakat Kerinci dengan Malaysia telah dimulai dengan banyaknya warga Kerinci yang jadi perantauan di Malaysia. Hal ini sudah berlangsung dari zaman nenek moyang mereka dulu.
"Karena itulah, langkah pendekatan mereka kini sudah lebih meningkat ke tahap lanjutan, yakni dengan memulai menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada Kerinci. Indikasinya adalah hadiah atau hibah bangunan Museum Kebudayaan Kerinci yang dibangun di Malaka, khusus untuk menampung kebudayaan masyarakat Kerinci. Bupati Kerinci telah diundang Diraja Malaysia untuk meresmikan keberadaan museum tersebut pada April mendatang," ungkap Nukman.
Nanti, tambahnya, keberadaan museum tersebut membuka peluang bagi mereka untuk secara aman menarik atau memindahkan keberadaan sko-sko dari Umah Gdang, rumah adat penyimpanan sko desa-desa di Kerinci, yang sebelumnya sangat tertutup dan dijaga dengan sangat ketat oleh pkaum. Berikutnya, tambahnya, bisa dilihat pada saat momentum ketika pihak pemerintah dan atau Diraja Malaysia akan memberikan cindera mata atau bahkan mungkin akan menganugerahkan gelar kebangsawanan kepada Bupati seperti langkah ketiga, untuk menyanjung sekaligus mengikat Kerinci.
Saat itu juga dipastikan akan mulai dikampanyekan mengenai bagaimana hubungan kedekatan dan kekerabatan Malaysia-Kerinci sehingga pejabat daerah Kerinci merasa sangat tersanjung dan merasa mendapat apresiasi yang selama ini tidak mereka dapatkan dari Pemerintah RI.
"Itulah strategi menuju invasi pengklaiman yang akhirnya akan mereka lakukan. Gelagat itu sudah jelas terbaca. Pasalnya, hal serupa juga sudah sering mereka lakukan tehadap daerah-daerah lain sebagai cara awal pra-pengklaiman terjadi, seperti terhadap Pemerintah Sumbar, Aceh, Sumsel, Riau, dan terakhir Jambi," sebut Nukman.
Namun, selama mereka gagal karena kuatnya proteksi kebudayaan oleh sistematika adat daerah bersangkutan, tidak ada celah bagi mereka untuk melakukan klaim. Beberapa kebudayaan memang berhasil mereka klaim, seperti motif songket Pucuk Rebung Riau yang berhasil mereka curi dan terjemahkan dalam bentuk bangunan, yakni kubah Menara Kembar tertinggi di dunia yang kini menjadi ikon Malaysia.
"Sementara itu, beberapa bentuk kebudayaan lainnya termasuk rendang dari Padang, gagal mereka klaim. Khusus untuk invasi tahap kedua yang obyeknya adalah Kerinci, sepertinya mereka berpeluang besar untuk berhasil mendapatkan klaim baru terhadap beberap sko asli masyarakat Kerinci, khususnya terhadap naskah-naskah kuno Kerinci," kata Nukman.
Oleh karena itulah, ia mengingatkan pemkab dan masyarakat Kerinci untuk mewaspadai berbagai iming-iming berbuntut tipu daya yang ditunjukkan Malaysia.
"Jangan sampai nantinya ditemukan produk budaya asli masyarakat Kerinci yang berpindah tangan ke negeri jiran yang mungkin saja jadi ikon kebudayaan mereka yang baru. Pemerintah pusat melalui Kemenbudpar juga harus turut membantu memantau gelagat tersebut. Bahkan, Budpar wajib membantu masyarakat Kerinci melestarikan dan mengembangkan kebudayaannya sehingga terproteksi dari klaim negara lain yang mengancam," tandasnya.

sumber : compas.com